ads

Slider[Style1]

Style2

Style3[OneLeft]

Style3[OneRight]

Style4

Style5

Sumber Foto: Jawa Pos
BANDUNG | Persaingan antara Opang (Ojek Pangkalan) dengan Go-jek di Kota Bandung menjadi kontroversial di kalangan masyarakat saat ini. Di beberapa lokasi Opang, terpampang larangan Go-jek untuk melintasi kawasan tersebut. Selain persaingan konsumen antara dua kubu, diantara driver Go-jek sendiri pun terjadi perbedaan.

Menurut driver Go-jek, Rolin, keadaan sistem Go-jek saat ini tidak menguntungkan bagi para driver. Hal ini terlihat dari tarif normal yang ditetapkan perusahaan Go-jek Bandung. “Sekarang tarifnya jadi 3000 rupiah per kilo (kilo meter), belum lagi dipotong 20 persen,” ungkapnya.

Selain tarif, aplikasi untuk driver Go-jek juga tidak merata. Rolin mengakui ada perbedaan antara aplikasi versi 74 dan aplikasi terbaru versi 81. Perbedaan ini terlihat dari kecepatan menerima dan mengambil order. Padahal sebelumnya, aplikasi 74 dinyatakan diblokir. Namun, pada kenyataanya aplikasi tersebut masih digunakan beberapa driver. “Aplikasi untuk driver sudah beberapa kali di-update dan sekarang yang paling terbaru versi 81,” ujar Rolin.

Dugaan adanya penggunaan aplikasi yang menyalahi aturan ini diakui Yusef, salah seorang driver Go-jek.  “Aplikasi 74 itu beli ke orang dalem, makanya mereka bisa cepat dari kami,” jelas Yusef. Perbedaan aplikasi ini terlihat, saat order masuk ke smartphone driver seharusnya menunggu terlebih dahulu selama 6 detik kemudian order bisa diterima. Namun hal ini tidak berlaku untuk versi 74, order bisa langsung diterima tanpa menunggu.

Saat ini beberapa driver Go-jek melakukan resign (mengundurkan diri) dari perusahaan Go-jek Bandung. Terlihat pada Rabu (25/11) kemarin, puluhan driver mendatangi kantor Go-jek di jalan BKR, Kota Bandung, untuk melakukan resign. Hal ini timbul dari ketatnya persaingan dan ketidakjelasan sistem perusahaan Go-jek. Mulai dari tarif, aplikasi, hingga cicilan yang harus dibayar driver. “Cicilan nya nggak jelas pemotongannya,” jelas Rolin.

Ada beberapa cicilan yang harus dibayar oleh driver, diantaranya helm, jaket, dan handphone. Masing-masing barang dicicil dengan ketentuan yang diatur  pihak perusahaan. “Misal helm dan jaket dicicil 15.000 rupiah per-hari,” jelas Yusef, salah seorang driver Go-jek. sedangkan HP yang harus dicicil driver sebesar 9000-20.000 rupiah per-minggu.

“Potongan tetap jalan walaupun kami (driver) nggak narik. Jadi hasilnya ya mines,” tambah Rolin. Hal tersebut dibenarkan Yusef, ia menceritakan salah seorang driver harus membayar secara penuh uang cicilan serta mengembalikan semua fasilitas kepada perusahaan. “dia (driver) padahal baru dua bulan bekerja, yang lebih dipersulit lagi jaminan dia pake ijazah,” jelas Yusef.

Yusef juga menghawatirkan aplikasi yang dikeluarkan oleh pemerintah Kota Bandung, Akod.  Kekhawatiran ini akan menjadi persaingan tambahan bagi driver Go-jek.  “Sebenarnya kami terpaksa nge-Go-jek, awalnya saya ngojek biasa di pangkalan, tapi karena persaingan saya jadi Go-jek,” pungkas Rolin. [] Calam Rahmat | Jurnalistik VA UIN Bandung

About Kampus Kita Oke

Saya adalah pengajar jurnalistik di Prodi Jurnalistik, Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Bandung. Berita atau pun tulisan di REPORTASE MAHASISWA ini merupakan hasil praktik liputan para mahasiswa. Demikian semoga bermanfaat. Terima kasih atas kunjungannya.
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Post a Comment


Top
Select options on the left to generate your code...